
Pramugari Wings Air Diduga Dicekik Anggota DPRD Sumut, Lapor Polisi
Pramugari Wings Air melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anggota DPRD Sumatera Utara berinisial PS. Insiden ini diduga terjadi dalam penerbangan dari Gunungsitoli menuju Medan pada Selasa (15/4).
Laporan resmi telah dibuat di Polrestabes Medan pada Rabu (16/4). Kasus ini kini tengah ditangani pihak kepolisian.
Diduga Dicekik di Dalam Pesawat
Menurut keterangan awal korban, kejadian bermula saat PS yang menjadi penumpang kelas ekonomi diduga memaksa pindah ke kursi di bagian depan. Saat ditegur oleh korban karena tidak sesuai nomor tempat duduk, PS justru marah dan melontarkan kata-kata kasar.
Tak hanya itu, PS kemudian diduga menarik kerah seragam korban dan mencekiknya di hadapan penumpang lain. Aksi tersebut memicu kepanikan dan dilerai oleh kru pesawat lainnya.
“Korban mengalami trauma dan luka lecet di bagian leher. Saat ini sudah kami periksa sebagai pelapor,” ujar Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Junaidi.
Wings Air Berikan Pendampingan Hukum
Pihak Wings Air membenarkan adanya laporan tersebut dan menyatakan telah memberikan dukungan penuh kepada korban. Maskapai juga menyediakan pendampingan hukum serta bantuan psikologis bagi pramugari yang bersangkutan.
“Kami mengecam keras tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun, terlebih terhadap awak kabin yang sedang menjalankan tugas,” kata Corporate Communications Wings Air dalam pernyataan resminya.
Polisi Dalami Status Terlapor
Hingga kini, PS belum memberikan keterangan resmi kepada media. Pihak kepolisian juga menyatakan akan memanggil PS dalam waktu dekat untuk dimintai klarifikasi. Jika terbukti bersalah, ia dapat dijerat dengan pasal penganiayaan dalam KUHP.
“Status terlapor tidak menghalangi proses hukum. Kami akan bertindak profesional sesuai bukti dan saksi yang ada,” tegas Kompol Junaidi.
Kecaman dari Publik dan LSM
Kasus ini menuai reaksi keras dari publik. Sejumlah aktivis perempuan dan LSM mendesak agar kasus ini diusut tuntas. Mereka menilai kekerasan terhadap perempuan, apalagi dalam ruang kerja, adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
“Kami minta aparat tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. Jabatan publik tidak bisa menjadi tameng untuk bertindak semena-mena,” ujar Linda Marpaung dari LSM Perlindungan Perempuan Sumut.