
RUU KUHAP Dibahas, Pimpinan KPK Usul Penyidik Lulusan S1 Hukum
RUU KUHAP Pemerintah dan DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Revisi ini dilakukan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini. RUU tersebut diharapkan dapat menggantikan KUHAP lama yang telah berlaku selama lebih dari empat dekade.
Proses pembahasan ditargetkan rampung sebelum akhir tahun agar bisa diberlakukan bersamaan dengan KUHP baru yang sudah disahkan sebelumnya.
Usulan KPK Terkait Kualifikasi Penyidik
Dalam proses pembahasan tersebut, salah satu usulan yang mencuat datang dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka mengusulkan agar penyidik lembaga antirasuah wajib memiliki latar belakang pendidikan minimal Sarjana Hukum. Menurut KPK, hal ini penting demi menjamin kualitas proses penyidikan, terutama dalam perkara korupsi yang kompleks.
Selain itu, dengan adanya kualifikasi akademik tersebut, diharapkan penyidik dapat lebih memahami asas-asas hukum pidana dan prosedur hukum acara dengan lebih baik.
Pro dan Kontra Bermunculan
Tentu saja, usulan ini memunculkan respons beragam. Sebagian pihak mendukung dengan alasan bahwa penyidikan memerlukan keahlian teknis yang kuat dalam hukum. Namun di sisi lain, ada juga yang menilai bahwa profesionalisme penyidik seharusnya tidak hanya diukur dari gelar, melainkan dari pelatihan dan pengalaman kerja yang dimiliki.
Ada pula usulan agar lembaga penyidik lain, seperti kejaksaan, diberi peran lebih besar dalam proses penyidikan. Hal ini dinilai dapat menciptakan keseimbangan kekuasaan dalam sistem peradilan pidana dan mempercepat penanganan perkara.
Harapan terhadap RUU KUHAP
Pembahasan RUU KUHAP diharapkan tidak hanya fokus pada aspek teknis hukum acara, tetapi juga memperhatikan kebutuhan perlindungan hak asasi dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pidana.
Lebih jauh lagi, revisi ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki sistem peradilan pidana secara menyeluruh. Tidak hanya soal siapa yang berwenang menyidik, tetapi juga soal transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penegakan hukum.